Prasangka dan hal sesudahnya

Pra. Sangka.  n pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri; syak; sebenarnya  semua itu hanya berdasarkan –, bukan kebenaran ; dari KBBI

Saya selalu heran dengan kata yang satu itu. Mengapa Tuhan menciptakan prasangka. Apakah menakdirkan manusia untuk selalu menebaknya,? Saya lalu berkaca terhadap diri saya sendiri, saya mungkin terlalu banyak berprasangka. Prasangka tentang cuaca, misalnya. Pernah suatu waktu, saya dan teman saya berboncengan bareng-bareng akan menuju sebuah pantai. Cuaca saat itu mendung sekali. Awan hitam nampak dari kejauhan, saya kira di pantai itu sekarang sedang hujan. Orang yang memboncengi saya berkata , “ Mendung sekali… pasti di sanahujan..pasti nanti hujan..” bilangnya kepada saya sambil mengendarai motornya.

Saya sebenarnya khawatir sekali dengan cuaca saat itu. Hati saya berkata, “ wah ini pasti hujan..” Karena ingin ‘ngeyem-yemi” atau bahasa Indonesianya  menenangkan hati saya sendiri.  Saya berkata, mendung enggak berarti hujan kalik. Aduuh jijay sekali kalimat saya yang barusan, mirip lirik lagu dangdut. Hahaha. Saya mungkin salah untuk menganalogikan prasangka dengan cuaca. Cuacakanbisa saja berubah, sesuai dengan kehendak tuhan.Tapi tunggu, , kita tetap berhak untuk selalu berprasangka kok. Setidaknya menurut saya. Hahahah ini posting yang aneh ekali, random banget.

Biarain ah mbuh.

Menebak tentang ending film, menebak warna kaos yang  akan dipakai teman saya, menebak berapa kali teman saya akan tersenyum pada saya hari ini, menebak berapa kali ya saya usaha buat buka pintu sekre. Wah, enggak sadar saya banyak sekali menebak. Saya senang sekali perasaan setelah tebakan saya menemukan jawabannya. Sensasinya gimana gitu. Jika tebakan saya meleset, saya biasanya Cuma tersenyum. Kalau tebakan saya goal, saya akan merayakannya. Merayakannya? Dengan? Sederhana, biasanya tidak memakai bros saya akan memakainya. Haha, tinggal tambahin ‘ dalam rangka tebakan saya banyak yang enggak meleset. Ternyata, selain hobi menebak, saya hobi merayakan. Absurd sekali kanhidup saya? setidaknya ada yang saya pikirkan. Hehe

Misalnya saat menonton film dengan adegan orang yang ingin bunuh diri, saya akan menebak. Apakah orang itu akan bunuh diri atau tidak. Orang yang akan bunuh diri dnegan menggunakan tali, akan menemukan 2 kemungkinan. Ya antara dia mati atau dia tidak mati. Tidak mati bisa karena talinya tidak cukup kuat lalu putus duluan, atau dia langsung mati, karena mengikatnya terlalu kuat di leher. Pilihan ada di tangan dia untuk mengakhiri hidupnya,ada Tuhan, Tuhan bisa saja mengambilnya, bahkan saat dia membeli tali 😀

Lagi- lagi post ini sangat random sekali. Shoot.

Dalam menduga-duga atau berprasangka itu, katanya kita akan dihadapkan pada 3 pilihan. Tentang determenisme, pilihan bebas atau probabilistik  determenisme akan mengacu pada hukum alam yang memang seharusnya terjadi,  hukum alam yang bersifat universal. Atau tentang pilihan bebas, kalau suatu gejala yang terjadi itu merupakan sebuah akibat.  Atau dugaan yang ada itu Cuma beberapa peluang yang menguap dalam probablistik-probabilistik? * iki aku nulis apa toooh.

Jelasnya, dalam menebak sesuatu pasti saya akan memberikan dua kemungkinan juga. Ya atau tidak. Seperti kejadian beberapa lalu saat saya dan teman-teman saya melaksanakan pengabdian masyarakat bidang pendidikan. Program itu merupakan program dari Kemendiknas dan Dikti, proposalnya goal, didanai lalu ada seleksi untuk ke Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnaas) Ini benar enggak ya akronimnya. Hahahah.

Semua yang kami lakukan sangat diringankan alias mendapat kemudahan. Dapat sponsor banyak, setiap minggu semangat ke Karanganyar ( bayangkan Jogja –Karanganyar di akhir pekan). Belum lagi menghadapi anak-anak yang maunya banyak dan harus bersabar pula. Belum lagi masalah intern se grup ( kami berlima- lalu kemudian menjadi berempat) yang bikin tambah pusing dan makan hati.

Hehehe

Saya menebak bahwa kita ke Pimnas yaa teman-teman. Insyaallah. Dan ternyata tebakan saya meleset. Kami tidak ke Pimnas.

Waktu saya menebak itu saat kami masih menjalankan program, sesudah program usai, saya menambah prosentasi ketidakmungkinan atas tebakan saya. Saya biasa begitu, saya menebak dengan prosentase yang banyak( baik) saat saya melakukannya, setelah semua usai, semua hal bisa terjadi. Artinya saya serahkan ke Yang Maha Keren.

Prasangka, asumsi, tebakan saya luput. Dan itu semua oke saja. Peluang tidak ke Makassar (pimnas) akan membuka peluang yang lain yang lebih besar. Dan akhirnya kami toh juga tetap merayakannya, pergi ke pantai, pergi ke Alun-alun Kidul, semua tetap senang dan bersyukur.

Menebak dan merayakan. Hehe

Saya bisa bilang kalau prasangka ( yang baik) itu asyik kok .Serius. Ya tergantung kita sih, mau yang prasangka baik atau yang buruk. Kalau mau yang asyik, fun, enggak repot, enggak terlalu banyak mikir, yaa mari dong kita berprasangka baik. Enggak ada ruginya, itung-itung pahala mendoakan kalau belum ada faktanya. Haha.

Itu juga masih jadi kerjaan saya sekarang, nyambi kerjaan yang lain juga laah. Enggak mungkin sehari hari saya main tebak-tebakan terus.  Saya sedang menjalankan proyek tebak-tebakan ini. Hmm… tapi yang tahu hanya saya dan waktu. Berprasangka juga punya konsekuensi sabar. Enggak perlu terburu-buru, nikmati waktu mencari teka-teki. Kecuali  –sudah sangat kepepet sekali, penget banget berat, udah enggak tahan, besok udah harus mati— yaa coba break the prejudice. Tapi inget, harus siap sakit. Nahh!

Selamat bersenang-senang dengan prasangka! 😀

Tinggalkan komentar